BUDDHA bersabda “Sehat adalah anugerah tertinggi, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.” Pernyataan tersebut cuma tinggal slogan apabila tidak disertai kejelasan, apa yang harus dikerjakan untuk mencapainya. Kemudian Buddha melengkapinya dengan pernyataan sebagai berikut “Jalan Utama berunsur 8 yang mengantarkan kearah kekekalan”Jalan utama itu adalah: Pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, mata pencaharian, daya upaya, perhatian, dan samadi atau kensentrasi yang benar.
Sesuai dengan Jalan Utama ini, dapat kita ikuti uraian terinci dalam Kitab Vinaya tentang kasus-kasus yang terjadi dan cara penanganannya di lingkungan perkumpulan para murid Buddha. Pengobatan memakai bahan-bahan nabati, mineral, sampai pada tindakan bedah. Sekelompok bahan obat yang termasuk Pancabhesajjani, sebenarnya merupakan makanan bernilai gizi tinggi. Penyembuhan mungkin pula didukung oleh bacaan yang kini kita kenal dengan Parita, mantra, atau sutra. Isinya adalah nasihat dan sabda-sabda Buddha, ditambah dengan latihan disiplin dan meditasi. Praktek penyembuhan seperti ini mengacu pada konsep sehat lahir dan batin secara rasional.
Nasihat Buddha selanjutnya adalah sebagai berikut: “Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu juga menjadi sakit. Demikian juga engkau hendaknya melatih dirimu sendiri”. (Samnyutta Nikaya, XXII,1:1) Jasmani dan rohani saling memmpengaruhi. Gangguan pada jasmani biasanya akan diikuti gangguan pada rohani, demikian pula sebaliknya, namun pikiran adalah komandan. “Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin dari segala sesuatu, dan pembentuk dari segala sesuatu, bilamana seseorang berpikir dengan pikiran yang tidak baik maka hasilnya adalah suatu penderitaan bagaikan roda pedati yang selalu mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya, dan jikalau seseorang berpikir dengan pikiran yang baik maka hasilnya kebahagiaan bagaikan baying-bayang yang tidak pernah meninggalkan bendanya”. (Dhammapada, 1 dan 2)
Menahan sakit tidak berarti mengobati. Tubuh yang terkena penyakit yang rapuh atau terganggu fungsinya memerlukan pengobatan agar menjadi sembuh, itulah yang biasanya dikerjakan orah para tabib atau dokter. Berkenaan dengan orang sakit, Buddha mengelompokan-Nya menjadi 3 golongan yaitu: 1) Orang yang tetap sakit, terlepas dari hal mendapatkan atau tidak mendapatkan diet, obat, atau perawatan yang tepat; 2) Orang yang akan sembuh pada waktunya walau tidak mendapatkan diet, obat, maupun perawatan; 3) Orang yang akan menjadi sembuh apabila ia mendapatkan diet, obat, dan perawatan yang tepat, tetapi tidak akan sembuh apabila mendapatkan diet, obat, dan perawatan yang salah.” (Anguttara Nikaya III, 3:22)
Sebagai orang biasa, kita tidak mengetahui sebelumnya, tergolong dalam jenis yang mana orang yang sakit itu? Maka segala usaha harus dilakukan dengan anggapan sebelumnya, bahwa kesembuhan dapat diatasi bila melakukan pengobatan dan perawatan yang sebaik-baiknya. Sikap pasrah, tidak melakukan suatu usaha atau menghentikan usaha pengobatan berarti mengabaikan kesempatan untuk sembuh. Setiap orang sakit pantas berdoa mengharapkan kesembuhan, dan mereka yang merasa sehat seharusnya bersyukur mendapatkan anugerah kesehatan. Dengan hubungan timbal balik yang demikian itu, maka hidupnya akan lebih berarti.
Bagaimana seseorang berusaha mencari pengobatan yang dipengaruhi oleh konsepnya tentang sakit. Penyakit fisik ditandai oleh suatu gejala atau perubahan fungsi tubuh yang sifatnya obyektif. Namun tidak semua orang yang terkena penyakit merasakan sebagai sakit. Golongan seperti ini biasanya menjalankan aktifitasnya sehari-hari seperti orang sehat, dan tidak memeriksakan diri atau berobat sehingga sampailah sakitnya parah dan tidak mampu lagi untuk bekerja. Dalam kontek penyakit fisik akan mudah diukur dan diketahui secara kasad mata, namun yang dinamakan penyakit mental akan sulit untuk dapat diketahui, hanya dapat dirasakan dengan perasaan yang peka. Misalnya orang yang iri hati, kikir, dan dengki. Orang yang terkena penyakit seperti ini tidak nampak, namun sebenarnya penyakit inilah yang paling berbahaya. Orang yang bertekad untuk mengikuti ajaran dan mempraktekan agama seharusnya mampu mengikis panyakit mental seperti itu, karena tahu akan akibat buruk yang muncul. Dalam pandangan Buddha disebut hukum sebab akibat yang tidak bisa ditawar lagi.
Sehat maupun sakit, merupakan proses dari perjalanan hidup manusia. Dua kondisi dalam kehidupan manusia yaitu sehat, dan sakit. Bagi mereka yang mendapatkan anugerah kesehatan seharusnya merasa lebih bersyukur bukan takabur, dan yang sedang mengalami sakit harus berusaha dan berdoa menjalankan kebajikan agar penyakit tersebut cepat disembuhkan.